Gunung Argopuro



Gunung Argopuro adalah salah satu gunung dari Kompleks pegunungan Iyang. Terdapat banyak puncak, beberapa puncaknya mempunyai struktur geologi tua dan sebagian yang lainnya lebih muda. Beberapa puncak gunung dalam kompleks ini diantaranya adalah Gunung Semeru , Gunung Jambangan , Gunung Cemoro Kandang, Gunung Krincing, Gunung Kukusan, Gunung Malang, Gunung Saing, Gunung Karang Sela, dan Gunung Argopuro. Puncak Argopuro berada pada ketinggian 3.088 m dari permukaan laut. Gunung yang sudah tidak aktif lagi kawahnya ini terletak di Kab. Probolinggo Jawa Timur.

Untuk menuju Bremi dapat ditempuh dari kota Surabaya naik bus jurusan Probolinggo. Dari kota probolinggo naik bus Akas kecil jurusan ke Bremi. Bus ini berangkat dari pool Akas yang berada di terminal lama, samping hotel Bromo Indah. Bus ini berangkat dua kali, pagi jam 06.00 dan siang jam 12.00, sedangkan kembali dari Bremi menuju kota Probolinggo jam 08.00 dan jam 15.00.

Sebelum melakukan pendakian wajib melaporkan diri di kantor polisi sektor Krucil untuk dicatat identitasnya. Di desa Bremi ini sebagian besar penduduknya adalah masyarakat Madura yang kadang tidak mengerti bahasa Indonesia sehingga agak sulit berkomunikasi.

Perjalanan di mulai dari Kantor Polisi turun menuju pertigaan menuju arah perkebunan Ayer Dingin. Dengan melewati kebun penduduk yang kebanyakan ditanami jagung dan padi, selanjutnya akan memasuki kawasan perkebunan yang ditanami kopi dan sengon. Jalur semakin menanjak dan mulai memasuki kawasan hutan damar. Setelah berjalan sekitar 2 jam kita akan memasuki batas Hutan Suaka.

Dari batas suaka alam, hutan semakin lebat dan jalur semakin terjal. Pendaki perlu waspada di kawasan ini banyak dihuni babi hutan. Perhatikan semak - semak yang bergerak dan suara khas babi yang sering muncul disekitar jalur pendakian. Bila kita sudah sampai di puncak bukit maka kita akan menemukan persimpangan jalur. Ambil lurus bila ingin terus menuju puncak, namun bila ingin ke Danau Taman Hidup harus berbelok ke kanan.

Danau Taman Hidup adalah lokasi berkemah yang cukup luas. Di sekitar tempat ini kadang muncul babi hutan, kancil dan kijang, terdapat sebuah danau yang luas dan banyak ikannya sehingga dapat dipancing. Pendaki juga dapat mengambil air bersih dari danau ini.

Tepian danau ini sangat berbahaya berupa rawa berlumpur, sehingga untuk mengambil air pendaki harus melewati jembatan dermaga kayu. Dari dermaga ini pendaki seringkali mandi berenang ke dalam danau. Namun perlu diperhatikan bila air sangat dingin berbahaya sekali untuk berenang.

Ketika udara cerah bila pendaki berteriak maka sekonyong - konyong kabut akan muncul di atas danau, namun setelah diam kabut akan hilang lagi. Pendaki juga dapat mengelilingi danau untuk memancing ikan. Pada pagi hari kabut tebal menyelimuti danau sehingga berbahaya bila ingin mengambil air, karena dapat terjebak di rawa tepian danau. Untuk itu persiapkan air jauh sebelumnya ketika cuaca cerah.

Meninggalkan Danau Taman Hidup pendaki harus berjalan ke arah semula menuju persimpangan dan belok ke kanan ke arah puncak. Jalur agak landai namun suasana hutan semakin lebat. Setelah berjalan sekitar 30 menit kita akan berjumpa dengan sungai kecil yang kering. Jalur selanjutnya semakin menanjak, di pagi hari di sepanjang jalur dapat kita temukan jejak Babi hutan, bahkan jejak kaki Macan yang masih baru.

Selanjutnya kita akan memasuki kawasan hutan yang semakin gelap dan lembab, begitu dekatnya jarak antara pohon sehingga sulit bagi sinar matahari untuk menembusnya. Kawasan ini di sebut Hutan Lumut karena semua pohon di areal ini ditutupi oleh lumut. Kesan angker dan menyeramkan sangat terasa ketika melewati daerah ini. Jejak Kancil, Menjangan, Babi hutan dan Macan dapat ditemukan di sepanjang jalur ini.

Sekitar 1 jam melintasi hutan lumut kita memasuki hutan yang jarak pohonnya tidak terlalu rapat, sehingga kelihatan agak terang. Tumbuhan herbal dan rumput pun tumbuh subur. Jalur ini menyusuri lereng bukit dengan sisi kiri berupa jurang. Rumput yang tumbuh kadang begitu tingginya, sehingga menutupi jalur. Sesekali terdengar kicauan aneka jenis burung

30 menit selanjutnya kita akan tiba di lereng yang banyak batu - batu besar. Disini banyak terdapat pohon tumbang sisa kebakaran hutan. Kita harus melintasi 3 buah sungai kering dengan cara turun jurang dan naik lagi ke atas bukit. Bukit - bukit di depan kita banyak di tumbuhi rumput dengan pohon yang agak jarang. Sesekali terlihat Kancil atau Menjangan berlari - larian, sementara belasan lutung - lutung bergantungan di atas pohon.

Sekitar 1 jam berikutnya kita sudah berada di lereng bukit yang banyak ditumbuhi rumput - rumput tinggi. Rumput - rumput ini seringkali menutupi jalur sehingga sangat menggangu. Di antara rerumputan Edelweis mulai tumbuh, pohon - pohon besar sisa kebakaran masih bertahan hidup dengan menumbuhkan daun - daun hijau yang baru.

Dengan menempuh waktu sekitar 30 menit melintasi rerumputan yang mengelilingi bukit kita akan tiba di sebuah sungai kecil yang airnya mengalir lancar. Pendaki dapat mendirikan tenda di daerah Kali putih ini.

Berikutnya kita akan melintasi hutan cemara yang banyak ditumbuhi rumput - rumput yang tinggi, 1 jam selanjutnya akan tiba di padang rumput gimbal, rumput di sini berbentuk keriting dan tumbuh secara bergerombol. Perjalanan memutar mengelilingi puncak gunung dengan menyusuri padang rumput gimbal. Selanjutnya akan sampai di Sicentor.

Sicentor adalah tempat pertemuan jalur Baderan dan Bremi yang bersatu menuju puncak. Di tempat ini kita dapat mendirikan tenda untuk beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan ke puncak. Di Sicentor terdapat sebuah bangunan dari kayu yang dapat digunakan untuk berlindung dari hujan dan angin.

Dari Sicentor perjalanan mendaki bukit melintasi padang rumput dan padang Edelweis, sekitar 1 jam perjalanan akan berjumpa dengan sungai yang kering. Setelah menyeberangi dua buah sungai kering kembali melintasi padang rumput dan padang Edelweis yang sangat indah. 1 jam berikutnya akan tiba di Rawa Embik.

Untuk menuju puncak belok ke kiri, namun bila ingin beristirahat dapat mendirikan tenda di Rawa Embik. Di tempat ini terdapat sungai kecil yang selalu berair di musim kemarau. Rawa Embik berupa lapangan terbuka sehingga bila angin bertiup kencang tenda dapat bergoyang - goyang dengan keras.

Dari Rawa Embik kembali berbelok kearah kiri melintasi padang rumput, untuk menuju ke puncak yang membutuhkan waktu sekitar 2 jam perjalanan. Dari padang rumput berbelok ke kanan mendaki lereng terjal yang berdebu dan banyak pohon tumbang sisa kebakaran. Bila angin bertiup kencang pohon - pohon sisa kebakaran ini rawan tumbang sehingga harus berhati - hati. Tanah gembur berdebu juga rawan longsor harus berhati - hati melintasinya.

Selanjutnya sedikit turun kita akan melintasi sebuah sungai yang kering dan berbatu. Kembali mendaki bukit yang terjal, kita akan berjumpa dengan padang rumput dan padang Edelweis yang sangat indah. Di depan kita nampak puncak Rengganis yang berwarna keputihan, terdiri dari batu kapur dan belerang.

Puncak gunung Argopuro adalah bekas Kawah yang sudah mati, bau belerang masih sangat terasa. Puncak ini berbentuk punden berundak semacam tempat pemujaan, punden paling bawah selebar lapangan bola di sini banyak terdapat batu - batu berserakan.

Puncak Jaya (Carstenz Pyramid)




Puncak Jaya ialah sebuah puncak yang menjadi bagian dari Barisan Sudirman yang terdapat di provinsi Papua, Indonesia. Puncak Jaya mempunyai ketinggian 4884 m dan di sekitarnya terdapat gletser Carstenz, satu-satunya gletser tropika di Indonesia, yang kemungkinan besar segera akan lenyap akibat pemanasan global.

Puncak ini pernah dinamai Poentjak Soekarno dan merupakan gunung yang tertinggi di Oceania. Puncak Jaya adalah salah satu dari tujuh puncak dunia.

Pendakian
Rute termudah Ilaga (jalur utara),Singa dan Tembagapura (jalur selatan)

Nama Cartensz diambil dari penemunya yaitu seorang pelaut asal Belanda, John Carstensz, yang menyaksikan adanya puncak gunung yang tertutup oleh es di negara ekuator. Pada 1623 Cartenz mengabarkan adanya gunung salju di khatulistiwa namun tidak ada yang percaya dengan pernyataan nya tersebut. John Carstensz adalah orang eropa pertama yang menyaksikan puncak Cartensz dengan mata kepalanya sendiri. 

Nama-nama lain:
    Ngga Pulu ("Ngga" berarti gunung)
    Gunung Carstensz
    Piramida Carstensz
    Puncak Carstensz
    Puncak Jayakesuma
    Puncak Piramida Carstensz
    Ndugundugu

Gunung Bandahara



Gunung Bandahara adalah sebuah gunung yang terdapat di Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Indonesia. Jarak dari kota Blang Kejeran ibukota Kabupaten Gayo Lues sekitar 50 ke arah tenggara - timur, sedangkan jarak dari kota Kutacane ibukota Kabupaten Aceh Tenggara sekitar 35 km arah utara - barat laut.


Nepenthaceae adalah salah satu tanaman yang hanya ada di Gunung Bandahara. Nepenthaceae merupakan suku kantungsemar-kantungsemaran atau Nepenthaceae adalah salah satu suku anggota tumbuhan berbunga. Menurut Sistem klasifikasi APG II suku ini dimasukkan ke dalam bangsa Caryophyllales, klad dikotil inti (core eudicots) namun tidak termasuk ke dalam dua kelompok besar, rosids dan asterids. Suku ini hanya memiliki satu marga tunggal, yaitu Nepenthes.

Gunung Agung




Gunung Agung adalah gunung tertinggi di Bali. Gunung yang di anggap suci sebagai simbol ke-Tuhanan yang sangat di puja. Gunung ini juga yang hingga kini kerap dijadikan tujuan pendakian bagi para penggemar kegiatan pendakian gunung. Biasanya menuju Gunung Agung kemudian menuju Gunung Rinjani di Lombok Nusa Tenggara Barat atau sebaliknya.

Gunung berapi ini mulanya memiliki ketinggian sekitar 3.142 meter di atas pemukaan laut, namun setelah meletus pada tahun 1963 diperkirakan ketinggiannya turun menjadi 2.920 — 3.014 meter dpl. Saat ini, puncak tertinggi Gunung Agung terletak di bagian barat daya, tepat di atas Pura Besakih.

Bagi masyarakat Bali, Gunung Agung adalah gunung suci yang merupakan pertanda keagungan Yang Maha Kuasa. Satu kejadian yang cukup menggemparkan terjadi ketika Gunung Agung meletus pada tahun 1963 dan menewaskan sekitar 1.000 orang serta merusak lebih dari 100.000 rumah penduduk. Namun, anehnya bencana alam tersebut tidak membuat kerusakan yang berarti terhadap Pura Agung Besakih yang letaknya kira - kira hanya 1 km dari kawah Gunung Agung.

Kejadian lainnya, kira - kira 40 hari sebelum bencana letusan Gunung Agung terjadi, pemerintah Indonesia telah mencanangkan event Ekadasa Rudra ( perayaan setiap seratus tahun Pura Besakih ) pada tanggal 8 Maret 1963 sebagai event kunjungan wisata internasional. Meskipun sejak akhir bulan Februari 1963 Gunung Agung mulai menunjukkan aktivitas yang cukup membahayakan, seperti menyemburkan asap, debu, serta mengeluarkan suara gemuruh, akan tetapi pemerintah Indonesia enggan mengundurkan tanggal penyelenggaraan ritual tersebut.

Namun pada akhirnya, event itu ditangguhkan juga hingga tahun 1979 karena alasan keselamatan para wisatawan. Yang cukup mengherankan, letusan dahsyat Gunung Agung baru benar - benar terjadi pada tanggal 17 Maret 1963 ( versi yang lain menyebutkan tanggal 18 Maret ) setelah para turis meninggalkan lokasi rencana perayaan Ekadasa Rudra tersebut.

Gunung Agung termasuk obyek wisata pendakian terkemuka di Indonesia. Sebagai gunung berapi yang masih aktif, Gunung Agung menyajikan panorama kepulan asap dan semburan pasir dan kerikil dari lubang kawah yang menganga dengan diameter 500 meter. Jika cuaca sedang cerah, dari puncak gunung ini wisatawan dapat menikmati pemandangan kota - kota di sekitarnya. Keindahan alam inilah yang menarik wisatawan untuk mendaki puncak Gunung Agung.

Supaya aktivitas pendakian berjalan aman, ada beberapa pantangan yang harus dihindari oleh para pendaki gunung ini. Pantangan pertama adalah mendaki saat berlangsungnya perayaan keagamaan di Pura Besakih maupun Pura Pasar Agung. Pantangan lainnya, bagi wisatawan perempuan sebaiknya tidak mendaki ketika sedang datang bulan. Sebab, menurut kepercayaan masyarakat setempat, apabila dua pantangan tersebut dilanggar akan mengundang musibah.

Untuk aktivitas pendakian, pendaki dapat menempuh dua jalur, yaitu rute dari Pura Besakih dan rute dari Pura Pasar Agung. Rute dari Pura Besakih boleh dibilang cukup populer, karena melalui rute ini pendaki akan sampai di puncak tertinggi Gunung Agung. Dari Pura Besakih, pendaki dapat menempuh perjalanan hingga ke tempat perkemahan dengan waktu tempuh sekitar 4 jam berjalan kaki.


Selanjutnya, pendakian terakhir melewati punggung gunung yang cukup datar hingga mencapai puncak / tubir kawah dengan waktu tempuh + 2 jam. Sementara itu, pendakian dari Pura Pasar Agung menuju puncak memakan waktu antara 3 — 4 jam. Hanya saja jalur pendakian melalui rute Pura Pasar Agung jauh lebih terjal dibandingkan dengan rute Pura Besakih.

Gunung Agung terletak di Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali, Indonesia.